MUHAMMADIYAH SEBAGAI GERAKAN ISLAM YANG BERWATAK TAZDID DAN TAZDIR
Disusun oleh :
Sarah Zafira Fasya
NIM :
1630711024
Program Studi Administrasi Publik Semester 3 A
Fakultas Ilmu Administrasi dan Humaniora
Universitas Muhammadiyah Sukabumi
2017/2018
Modernitas muhammadiyah lahir sebagai respon atas sejarah, bukan spontanitas. Ketika rakyat tenggelam dalam kemiskinan dan kebodohan semasa rezim kolonial, muhammadiyah lahir dengan banyak respon; pendidikan modern dan mengembangkan spirit PKO ( Pertolongan Kesengsaraan Oemoem).
Amalan-amalan dalam agama Islam di Indonesia banyak mengalami percampuran dengan budaya Hindu-Budha. Hal ini menyebabkan melencengnya amalan-amalan yang diajarkan Al-Qur’an dan perilaku Nabi Muhammad S.A.W yang tertuang dalam hadist. Namun pada saat ini hadist-hadist yang adapun banyak yang diragukan.
Muhammadiyah sebagai gerakan tajdid terus mendorong tumbuhnya gerakan pemurnian ajaran Islam dalam masalah yang baku (al-tsawabit) dan pengembangan pemikiran dalam masalah-masalah ijtihadiyah yang menitikberatkan aktivitasnya pada dakwah amar makruf nahi munkar.
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam dengan semangat tajdid yang dimilikinya terus mendorong tumbuhnya pemikiran Islam secara sehat dalam berbagai bidang kehidupan. Pengembangan pemikiran Islam yang berwatak tajdid tersebut sebagai realisasi dari ikhtiar mewujudkan risalah Islam sebagai rahmatan lil-alamin yang berguna dan fungsional bagi pemecahan permasalahan umat, bangsa, negara, dan kemanusiaan dalam tataran peradaban global.
Pengertian Tazdid
Istilah tajdid berasal dari bahasa Arab yaitu jaddada, yang berarti memperbaharui atau menjadikan baru. Kata ini pula bentukan dari kata jadda, yajiddu, jiddan / jiddatan, artinya sesuatu yang ternama, yang besar, nasib baik dan baru. Bisa juga berarti membangkitkan, menjadikan, (muda, tangkas, kuat). Dapat pula berarti memperbaharui, memperpanjang izin, dispensasi, kontrak. Dalam kamus Bahasa Indonesia tajdid berarti pembaruan, modernisasi atau restorasi. Orang yang melakukan pembaruan disebut mujaddid.
Prof.dr. Quraisy Shihab, mengartikan tajdid sebagai pencerahan dan pembaruan. Tajdid dalam makna pencerahan mencakup penjelasan ulang dalam bentuk kemasan yang lebih baik dan sesuai menyangkut ajaran-ajaran agama yang pernah diungkap oleh para pendahulu. Adapun tajdid dalam arti pembaruan adalah mempersembahkan sesuatu yang benar-benar baru yang belum pernah diungkap oleh siapapun sebelumnya.
Sedangkan istilah modernis (Inggris) atau modernisasi (Indonesia) atau pembaruan, dalam Islam, diartikan sebagai upaya yang sungguh-sungguh untuk melakukan re-interpretasi terhadap pemahaman, pemikiran dan pendapat tentang masalah ke-Islaman yang dilakukan oleh pemikiran terdahulu untuk disesuaikan dengan perkembangan zaman.
Pengertian Tazdiz / Tarjih
Tarjih berasal dari kata “ rojjaha – yurajjihu- tarjihan “, yang berarti mengambil sesuatu yang lebih kuat. menurut istilah ahli ushul fiqh adalah : Usaha yang dilakukan oleh mujtahid untuk mengemukakan satu antara dua jalan ( dua dalil ) yang saling bertentangan , karena mempunyai kelebihan yang lebih kuat dari yang lainnya “
Tarjih dalam istilah persyarikatan, Sebagaimana terdapat uraian singkat mengenai “ Matan Keyakinan dan Cita-cita hidup Muhamadiyah “ adalah membanding-banding pendapat dalam musyawarah dan kemudian mengambil mana yang mempunyai alasan yang lebih kuat .
Tarjih secara etimologi berarti menguatkan. Konsep tarjih muncul ketika terjadinya pertentangan secara lahir antara satu satu dalil dengan dalil lainnya yang sederajat dan tidak bisa diselesaikan dengan cara al –jam’u wat taufiq. Dalil yang dikuatkan disebut rajih, sedangkan dalil yang dilemahkan disebut dengan marjuh..
Dari pengertian di atas maka unsur-unsur yang ada dalam tarjih adalah :
Adanya dua dalil
Adanya sesuatu yang menjadikan salah satu itu lebih utama dari yang lain.
Tarjih bergerak dalam bidang pemurnian atau purifikasi. Sedangkan, tajdid adalah reform atau pembaruan. Keduanya (tarjih dan tajdid), ibarat dua sisi mata uang yang saling membutuhkan dan tak mungkin dipisahkan.Jika dilihat secara umum, tarjih lebih bersifat masa lampau, sedangkan tajdid untuk masa depan.
Model-Model Tajdid dan Tajdir yang Dilakukan Muhammadiyah
Model-model Tajdid
Secara garis besar, prinsip dasar pembaharuan Islam termasuk Muhammadiyah setidaknya terdapat dua unsur yang saling berkaitan. Pertama, seruan terhadap skriptualisme (Al-Qur'an dan Sunnah) dengan menekankan otoritas mutlak teks suci dengan menemukan substansi ajaran baik yang bersifat aqidah maupun dengan penerapan praksisnya. Kedua, upaya untuk mereinterpretasi ajaran-ajaran Islam yang sesuai dengan pemahaman-pemahaman baru seiring dengan tuntutan zaman yang kontemporer.
Dalam kaitan dengan pembaharuan (tajdid), terdapat lima agenda penting yang menjadi fokus Muhammadiyah dengan melakukan gerakannya, yaitu:
a. Tajdid al-Islam yang menyangkut tandhifal-aqidah yaitu purifikasi terhadap ajaran Islam (Sujarwanto 1990: 232).Tandhifal-aqidah ini berusaha untuk membersihkan ajaran-ajaran Islam dari unsur takhayul, bid’ah dan khurafat (TBC).
b. Pembaharuan yang menyangkut masalah teologi. Dalam bidang teologi, Muhammadiyah sudah sewajarnya untuk mengkaji ulang konsep-konsep teologi yang lebih responsif dan tanggap terhadap persoalan zaman. Pembaharuan yang dilakukan adalah untuk membicarakan persoalan-persoalan kemanusiaan, di samping persoalan-persoalan ke-Tuhanan.
c. Karena Islam menyangkut persoalan dunia dan akherat, ideologi dan pengetahuan serta dimensi yang menyangkut kehidupan manusia, maka tajdid diorientasikan pada pengembangan serta peningkatan kualitas kemampuan sumber daya manusia (Islam).
d. Pembaharuan Islam menyangkut organisasi. Gerakan umat Islam harus rapi, terorgansir dan memiliki manajemen yang professional, sehingga mampu bersaing dengan yang lainnya.
e. Pembaharuan dalam bidang etos kerja. Point ini juga menjadi focus perhatian Muhammadiyah karena etos kerja umat Islam saat berdirinya Muhammadiyah sangat rendah.
Sehingga berdasar BRM nomor khusus “Tanfidz Keputusan Muktamar Tarjih” XXII: 47, menyebutkan bahwa gerakan tajdid merupakan karakter bagi organisasi Muhammadiyah.
Model-model Tajrid
a. Dalam bidang kepercayaan dan ibadah, muatannya menjadi khurafat dan bid’ah. Khurafat adalah kepercayaan tanpa pedoman yang sah dari al-Qur’an dan al-Sunnah. Hanya ikut-ikutan orang tua atau nenek moyang. Sedangkan bid’ah biasanya muncul karena ingin memperbanyak ritual tetapi pengetahuan Islamnya kurang luas, sehingga yang dilakukan adalah bukan dari ajaran Islam. Misalnya selamatan dengan kenduri dan tahlil dengan menggunakan lafal Islam.
b. Realitas sosio-agama yang dipraktikkan masyarakat inilah yang mendorong Ahmad Dahlan melakukan pemurnian melalui organisasi Muhammadiyah. munawir Syazali mengatakan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan pemurnian yang menginginkan pembersihan Islam dari semua unsur singkretis dan daki-daki tidak Islami lainnya
Gerakan Pembaruan yang dilakukan Muhammadiyah
Ada tiga hal yang menjadi fondasi utama gerak langkah Muhammadiyah, yaitu bidang pendidikan, kesehatan, dan kesejahteraan sosial. Ketiga hal ini dijalankan oleh Kiai Ahmad Dahlan yang sangat jauh “menyimpang” dari mainstream saat itu. Mengapa demikian? Karena kondisi masyarakat Indonesia yang terjajah, tertindas, terbelakang, miskin, dan selalu dibodohi oleh para penjajah. Maka, untuk memperbaiki semua itu, harus ada keberanian dalam melakukan perubahan secara menyeluruh.Misalnya, dalam pendidikan. Pola yang dikembangkan Muhammadiyah berusaha untuk mengadopsi pendidikan Barat yang berbeda dengan paham masyarakat Indonesia saat itu.
Kemudian dalam bidang kesehatan, beliau berusaha mendorong didirikannya balai pengobatan untuk rakyat miskin. Sebab, waktu itu banyak masyarakat Indonesia dengan kondisi ekonomi yang sangat tertinggal, sangat kesulitan mendapatkan layanan kesehatan, kecuali mereka yang berasal dari kalangan bangsawan.
Dalam bidang kesejahteraan sosial, beliau membentuk lembaga amil zakat, lembaga peduli umat, dan lain sebagainya. Tujuannya adalah untuk membebaskan masyarakat dari kemiskinan, kebodohan, ketertinggalan, dan lain sebagainya.
Kondisi masyarakat saat itu yang mulai jauh dari nilai-nilai Islam. Cara ibadah mereka mulai bercampur dengan kemusyrikan, takhayul, bid’ah, dan lain sebagainya. Kemudian dalam hal pemikiran, umat Islam saat itu cenderung telah mengalami stagnasi pemikiran.
Pola pikir yang dikedepankan cenderung taklid (mengikuti saja) tanpa mau mencari dasarnya. Bahkan, mulai muncul kekhawatiran di masyarakat karena adanya fatwa yang menyatakan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Bagi tokoh pembaru seperti Abduh, Al-Afghani, dan Ibnu Taimiyah, hal ini dapat menyebabkan taklid buta dan pemikiran umat Islam pun menjadi jumud (stagnan).
Gerakan pembaruan akan terus dilakukan dan tak akan pernah berhenti. Bisa saja, pembaruan yang dilakukan hari ini, tapi karena satu hal, sehingga besok sudah tidak bisa dilakukan lagi. Maka, pembaruan akan terus berlangsung. Begitulah seterusnya.
Makna Pentingnya Pembaharuan Dilakukan Muhammadiyah
Muhammadiyah selalu melakukan gerakan pembaruan. Muhammadiyah tanpa pembaruan, ibarat makan sayur tanpa garam, maka rasanya hambar. Muhammadiyah harus selalu menjadi pelopor. Sebagai pelopor, Muhammadiyah tidak boleh kehilangan kepeloporannya.
Karena itu, pembaruan menjadi kebutuhan mutlak bagi warga pergerakan Muhammadiyah. Jadi, pembaruan akan selalu terjadi dan terus berkembang. Dan, pembaruan itu akan terjadi dalam semua bidang, tidak hanya terbatas pada bidang sosial. Semuanya yang dilakukan harus dijalankan dengan tindakan nyata. Itulah yang namanya amal syahadah.
Majelis Tarjih dan Tajdid itu berkutat melayani persoalan-persoalan yang muncul khususnya masalah keagamaan internal Muhammadiyah. Sehingga warga Muhammadiyah mendapatkan pedoman dan jawaban dalam masalah sosial keagamaan. Tidak hanya masalah fikih tapi juga akidah, akhlak, dan masalah-masalah yang lain.
Kesimpulan
Tajdid adalah mengembalikan ajaran agama Islam kembali kepada Al-Qur’an dan As-Sunnah, karena sekarang ini ajaran Islam mengalami penyimpangan dan pencampuran dengan pemahaman yang bukan berasal dari Islam, sedangkan tajrid berarti pengosongan, pengungsian, pengupasan, pelepasan atau pengambil alihan.
Sebagai umat Islam, kita harus terus melaksanakan pembaharuan, agar konteks Islam sesuai dengan tuntunan jaman dengan tanpa menghilangkan konteks agama Islam itu sendiri sehingga Islampun mampu menjawab tantangan jaman.
Jadi, pembaruan akan selalu terjadi dan terus berkembang. Dan, pembaruan itu akan terjadi dalam semua bidang, tidak hanya terbatas pada bidang sosial. Semuanya yang dilakukan harus dijalankan dengan tindakan nyata. Itulah yang namanya amal syahadah.
Sumber
wahyun-mawardi-muhammadiyah-sebagai.pptx
http://arifinismail.blogspot.co.id/2011/01/tajrid-kesungguhan.html
http://sariasriani.blogspot.co.id/2012/05/tajdid-dan-purifikasi.html
https://id.wikipedia.org/wiki/Tajdid
http://nurulchoziyah.blogspot.co.id/2015/01/makalah-takhrij-dan-tajdid_56.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar